Sabtu, 19 November 2016

cerita gigi-gigi sipi

Sipi adalah anak sapi yang lucu. Badannya bulat gendut. Bulu-bulunya halus dan bersih. Sipi suka sekali memakai pita merah jambu di atas kepalanya. Sayang, Sipi tidak pernah tersenyum. Ia selalu menutupi bila bertemu hewan lain. Sipi malu karena tidak mempunyai gigi depan atas. Kadang-kadang, Sipi bingung. Kenapa gigi depan atasnya tidak tumbuh? Padahal, yang bawah tumbuh.

"Kita memang tidak punya gigi depan atas, tetapi punya banyak gigi geraham untuk mengunyah makanan," jawab Bu Simi, saat Sipi bertanya pada ibunya.
"Gusi ompong kita berguna untuk menahan makanan saat kita mengunyah."

Hari pertama masuk sekolah, Sipi menutupi mulutnya dengan sapu tangan. Sipi tidak mau ada yang mengejeknya karena ompong. Sipi duduk sebangku dengan Disi, anak kambing berbulu putih yang lucu dan ramah.

"Kenapa kamu menutupi mulutmu?" tanya Disi bingung.
"Sakit gigi," jawab Sipi berbohong.
"Pergi saja ke rumah Paman Oli Kambing. Dia bisa meramu obat sakit gigi." Disi tersenyum lebar. Sipi iri melihat gigi Disi yang berderet rapi.

Pulang sekolah, Sipi menemui ibunya.

"Bu, saya mau pasang gigi depan atas."
Bu Simi terbahak dan langsung menolak keinginan Sipi. Sipi kesal. Sipi tidak mau makan rumput saat makan siang.

"Baiklah. Hari Minggu nanti ibu antar kamu ke Paman Oli." Sipi meloncat kegirangan.


Besoknya, Sipi berangkat ke sekolah dengan gembira. Sipi tidak sabar menanti hari Minggu.

Sebelum pelajaran dimulai, tiba-tiba Pak Ruru, sang kepala sekolah datang bersama seekor anak sapi yang cantik.

"Anak-anak, ini Pippa, teman baru kalian."
"Halo teman-teman, nama saya Pippa. Saya ingin menjadi teman kalian." Pippa tersenyum lebar. Gusinya yang tidak ditumbuhi gigi jadi terlihat.

Sipi menahan nafas. Pasti teman-teman akan menertawakan Pippa. Pippa pasti akan malu sekali, pikir Sipi.
Akan tetapi, tidak ada yang tertawa. Teman-teman malah berebut bersalaman dengan Pippa. Pippa pun dengan ramah membalas sambil terus tersenyum lebar.

Ah, Sipi jadi bersemangat." Disi, yuk, kenalan dengan Pippa!" Sipi melihat sapu tangan, lalu memasukkannya ke tas.

"Eh, kamu tidak sakit gigi lagi, Sipi?" tanya Disi bingung.
Sipi mengangguk sambil tersenyum lebar, memperlihatkan gusinya yang tak bergigi atas.

cerita godek naik perahu

Ian punya seekor bebek mainan. Bebek mainan iu dapat mengapung di permukaan air, Ian memberinya nama Godek. Godek selalu diletakkan di sisi bak mandi. Biasanya sambil mandi, Ian bermain dengan bebek mainan itu.

"Wek, wek!" seru Ian, sambil mendorong Godek mengelilingi bak mandi. Setelah itu, ia akan menimbul tenggelamkannya.

"Hihihi!" Ian tertawa-tawa penuh suka cita.

Diam-diam, ada satu hal yang sangat ingin Godek lakukan. Ia ingin sekali naik perahu mainan lain.
Dari sisi kamar mandi, Godek memperhatikan Ian memutar kunci perahu itu. Ian lalu meletakkannya di air.

Whuuuussh! Perahu itu melesat kencang ke depan. Perahu itu lalu berbalik ke tempat semula jika sudah menyentuh dinding bak mandi di depannya.
"Pasti sangat asyik naik perahu mainan itu!" cetus Godek.

Suatu hari, Ian lupa membawa perahunya. Perahu itu ditinggalkannya di bak mandi. Hal aneh kemudian terjadi.

Penyumbat keran air tiba-tiba lepas. Perlahan air memenuhi bak. Perahu mainan pun terapung-apung di permukaan air. Air terus mengucur. Perahu mainan yang terapung-apung tiba di dekat Godek. Godek senang sekali melihat kesempatan itu.

Houp! Seketika Godek melompat. Tubuhnya mendarat di atas perahu. Lalu, whuuuush! Perahu bergerak maju. Mula-mula perlahan, lalu sangat cepat. Perahu itu mengelilingi bak.

Godek berpegangan kuat-kuat pada tiang layar. Setelah beberapa lama perahu pun berhenti. Godek merasa pusing. Namun ia senang karena keinginannya tercapai.

Tak lama kemudian, Ian masuk ke kamar mandi karena mendengar bunyi air mengalir. Ian menutup penyumbat keran air. Ian sangat terkejut melihat Godek berada di atas perahu mainannya.

"Mengapa Godek bisa ada di sini?" gumamnya, sambil garuk-garuk kepala.
Sejak saat itu, setiap mandi, Ian selalu meletakkan Godek di atas perahu mainannya. Godek amat senang! Ia merasa, Ia adalah bebek mainan paling bahagia di dunia.

cerita godek naik perahu

Ian punya seekor bebek mainan. Bebek mainan iu dapat mengapung di permukaan air, Ian memberinya nama Godek. Godek selalu diletakkan di sisi bak mandi. Biasanya sambil mandi, Ian bermain dengan bebek mainan itu.

"Wek, wek!" seru Ian, sambil mendorong Godek mengelilingi bak mandi. Setelah itu, ia akan menimbul tenggelamkannya.

"Hihihi!" Ian tertawa-tawa penuh suka cita.

Diam-diam, ada satu hal yang sangat ingin Godek lakukan. Ia ingin sekali naik perahu mainan lain.
Dari sisi kamar mandi, Godek memperhatikan Ian memutar kunci perahu itu. Ian lalu meletakkannya di air.

Whuuuussh! Perahu itu melesat kencang ke depan. Perahu itu lalu berbalik ke tempat semula jika sudah menyentuh dinding bak mandi di depannya.
"Pasti sangat asyik naik perahu mainan itu!" cetus Godek.

Suatu hari, Ian lupa membawa perahunya. Perahu itu ditinggalkannya di bak mandi. Hal aneh kemudian terjadi.

Penyumbat keran air tiba-tiba lepas. Perlahan air memenuhi bak. Perahu mainan pun terapung-apung di permukaan air. Air terus mengucur. Perahu mainan yang terapung-apung tiba di dekat Godek. Godek senang sekali melihat kesempatan itu.

Houp! Seketika Godek melompat. Tubuhnya mendarat di atas perahu. Lalu, whuuuush! Perahu bergerak maju. Mula-mula perlahan, lalu sangat cepat. Perahu itu mengelilingi bak.

Godek berpegangan kuat-kuat pada tiang layar. Setelah beberapa lama perahu pun berhenti. Godek merasa pusing. Namun ia senang karena keinginannya tercapai.

Tak lama kemudian, Ian masuk ke kamar mandi karena mendengar bunyi air mengalir. Ian menutup penyumbat keran air. Ian sangat terkejut melihat Godek berada di atas perahu mainannya.

"Mengapa Godek bisa ada di sini?" gumamnya, sambil garuk-garuk kepala.
Sejak saat itu, setiap mandi, Ian selalu meletakkan Godek di atas perahu mainannya. Godek amat senang! Ia merasa, Ia adalah bebek mainan paling bahagia di dunia.

cerita hansel dan kretel

Pada zaman dahulu di sebuah desa hiduplah sebuah keluarga bahagia. Mereka mempunyai dua orang anak yang manis, namanya Hansel dan Gretel. Suatu ketika Ibu tercinta meninggal karena sakit. Sejak kematian sang Ibu, mereka selalu bersedih sepanjang hari.
Agar mereka tidak bersedih, kemudian Ayah mengambil Ibu baru untuk menghIbur mereka. Ternyata Ibu baru ini sangat jahat dan memperlakukan mereka dengan buruk. Dari pagi hingga petang mereka disuruh terus bekerja dan hanya diberi makan satu kali.
Musim kemarau pun tiba, dan mereka tidak mempunyai makanan apa-apa. Sang Ibu menyuruh anak-anak untuk dibawa ke hutan dan meninggalkannya di sana.
Ayah sangat terkejut mendengarnya ” Bicara apa kau, apa kau ingin anak-anak mati?“
”Kau ini memang bodoh, kalau kita tidak melakukannya, kita semua akan mati!”
Sementara itu dari balik kamar , Hansel dan Gretel mendengarkan pembicaraan mereka. Mereka ketakutan dan Gretel pun menangis.
Akhirnya Ayah tidak bisa berbuat apa-apa karena istrinya terus mendesaknya.
“Ah… apa kita akan mati di hutan ?! “
” Ssst.., aku punya ide bagus, ” ucap Hansel. Lalu ia keluar rumah dan mengumpulkan batu-batu kecil putih yang bila terkena cahaya bulan, akan bersinar.
Pada esok paginya dengan berteriak keras, Ibunya membangunkan Hansel dan Gretel. Sebelum berangkat ia memberikan sepotong roti kepada mereka. Setelah itu semua berangkat menuju hutan.
Sambil berjalan Hansel membuang batu kecil putih satu per satu yang ada dalam kantongnya.
Karena berjalan sambil menoleh ke belakang, Ayah menjadi curiga.
” Sedang apa, Hansel? “
” Aku sedang memandang kucing yang ada di atas rumah,” jawab Hansel berbohong. Lalu tibalah mereka di tengah hutan.
Ayah dan Ibunya pergi ke hutan yang lebih jauh lagi untuk menebang kayu dan meninggalkan mereka.
Rasa sedihpun berganti gembira setelah di tengah hutan Hansel menemukan seekor kupu-kupu dan Gretel membuat kalung dari bunga. Mereka sangat gembira karena bisa bermain-main bersama teman baru mereka seperti kelinci, bajing dan burung-burung kecil.
Tanpa terasa waktu berlalu, mataharipun mulai tenggelam dan hari mulai gelap. Suara burung-burung yang indah kini berganti dengan suara angin yang berdesir.
Gretel menangis tersedu-sedu karena takut. Hansel berkata menenangkan, “Jangan menangis, jika cahaya bulan muncul, kita pasti akan pulang dengan selamat “.
Tak lama kemudian, dari sela-sela pohon muncullah cahaya bulan yang bersinar dengan terang. Hansel segera mengajak Gretel untuk pulang ke rumah.
Hansel memegang tangan Gretel dan menyusuri jalan di hutan tanpa ragu-ragu.
” Kak, bagaimana bisa berjalan tanpa bingung di hutan yang gelap seperti ini?”
“Oh… batu kecil putih yang kujatuhkan ketika kita datang, bersinar karena kena sinar bulan dan itu akan menolong kita pulang ke rumah.”
Tibalah mereka di rumah, sang Ibu heran melihatnya dan mencari tahu bagaimana mereka bisa sampai di rumah dengan mudah. Ketika ia membuka pintu, ia melihat batu kecil putih yang bersinar. Agar mereka tidak bisa mengumpulkan batu putih itu lagi, Ibu mengunci pintu kamar mereka. Hansel dan Gretel menjadi panik karenanya.
Sebelum tidur mereka berdoa pada Tuhan, meminta perlindungan.
Keesokan harinya seperti kemarin, Ibu membangunkan mereka dan membawa mereka ke hutan. Hansel tidak kehabisan akal. Dengan terpaksa ia mencuil-cuil potongan roti dan menjatuhkannya di jalan sambil berjalan.
Tapi malang, jejak yang sudah dIbuatnya susah payah dimakan oleh burung-burung kecil. Sampailah mereka di dalam hutan. Kembali Ayah dan Ibunya meninggalkan mereka dan masuk ke hutan yang lebih jauh.
Merekapun bermain-main dengan binatang-binatang di dalam hutan.
Akhirnya malampun tiba. Ketika cahaya bulan mulai bersinar mereka beranjak pulang. Dengan susah payah dicarinya potongan-potongan roti sebagai petunjuk jalan untuk pulang ke rumah.
” Kak, apa yang telah terjadi dengan potongan-potongan roti itu ?” teriak Gretel cemas.
” Mungkin dimakan oleh burung -burung kecil “
” Uhh.., kalau begitu kita tidak bisa pulang ke rumah.”
Di dalam hutan bergema suara lolongan keras. Mereka berdua amat ketakutan. “Kak, aku takut, apa kita akan mati!” Gretel mulai menangis.
” Jangan khawatir dik, Ibu yang ada di surga pasti menolong kita.”
Karena lelah, mereka akhirnya tertidur dengan pulas di bawah pohon. Cahaya matahari pun mulai bersinar dan mengenai wajah mereka. Hansel dan Gretel terbangun dan disambut suara kicauan burung.
Tiba-tiba mereka mencium bau masakan yang lezat. Segera mereka berlari ke arah datangnya bau lezat itu. Seperti mimpi mereka melihat rumah kue, atapnya terbuat dari tart, pintunya dari coklat, dan dindingnya dari biskuit.
Cepat-cepat mereka mendekati rumah itu dan memakannya.
Tiba-tiba terdengar suara keras yang bergetar.
“Siapa itu, berani memakan rumah kue kesayanganku?”, muncullah seorang nenek sihir tua dengan wajah menyeramkan serta mata merah yang bersinar, lalu menangkap mereka berdua.
” Hi… Hi…. Hi…. anak-anak yang lezat, sebagai hukuman karena telah memakan rumput kue kesukaanku, aku akan memakan kalian.”
Dengan kasar nenek sihir itu menyeret Hansel masuk ke dalam penjara. Setelah itu ia berkata kepada Gretel,
“Mula-mula aku akan menggemukkan anak laki-laki itu, lalu aku akan memakannya. “
“Sekarang kau buat makanan yang enak biar makannya banyak! “
Nenek sihir itu sudah tua sekali dan matanya mulai rabun. Pada saat itu Hansel dan Gretel saling berpegangan tangan memberi semangat supaya mereka tabah.
” Tabahlah Gretel, Ibu yang ada di surga pasti melindungi kita “.
Suatu hari nenek mendekati penjara Hansel untuk melihat apakah tubuh Hansel sudah menjadi gemuk atau belum.
“Aku lapar, sudah seberapa gemuk tubuhmu, ayo ulurkan tanganmu! “
Hansel yang pintar tidak kehilangan akal, ia mengetahui kalau mata nenek sudah rabun segera dikeluarkannya tulang sisa makanan kepada nenek yang rabun lalu nenek memegangnya.
Betapa kecewanya nenek karena sedikitpun Hansel tidak bertambah gemuk. Karena kecewa lalu ia bermaksud untuk memakan Gretel. Kemudian Gretel disuruh membakar roti.
Selagi Gretel menyalakan api di tungku, si nenek mencoba mendorongnya ke nyala api.
Untunglah Gretel mengetahui maksud nenek, cepat-cepat ia berbalik pergi ke depan tungku.
“Nek, aku tidak bisa membuka tutup tungku ini.” Nenek sihir tidak sadar kalau ia sedang diperdaya Gretel dan ia membuka tutup tungku.
Tanpa membuang kesempatan, Gretel mendorong nenek ke tungku.
“Ahh… tolonggg…. panassss!” teriak nenek kesakitan. Gretel tidak memperdulikan teriakan nenek malah dengan cepat ia menutup pintu tungku, lalu berlari ke arah penjara untuk menolong Hansel.
“Gretel, kau berhasil. Ibu yang di surga telah melindungi kita.” Karena bahagia mereka berpelukan.
Ketika akan pergi dari rumah kue tanpa sengaja mereka menemukan banyak harta karun. Setelah itu mereka keluar rumah, tetapi malang jalan itu terpotong oleh sungai besar.
Mereka menjadi bingung. Saat itu entah dari mana datangnya tiba-tiba muncul seekor angsa cantik.
”Ayo, naiklah ke punggungku, ” ucap angsa itu ramah. Satu per satu angsa itu mengantarkan mereka menyeberang sungai. Setelah sampai, angsa itu menunjukkan jalan bagi mereka berdua dari atas langit. Sampailah mereka di batas hutan.
Tanpa mereka ketahui sebenarnya angsa itu adalah Ibu mereka yang ada di surga. Angsa itu kemudian menghilang. Setelah itu muncullah Ayah mereka yang sangat cemas.
“Anak-anakku tersayang, maafkanlah Ayah. Ayah tidak akan meninggalkan kalian lagi “.
Lalu Ayah menceritakan kepada mereka bahwa Ibu tiri yang jahat sudah meninggal karena sakit. Akhirnya mereka pun hidup bahagia selamanya

cerita ikan emas

Pada zaman dahulu kala, di sebuah pulau bernama Buyan, tinggalah sepasang kakek dan nenek yang sangat miskin. Mata pencaharian si kakek adalah mencari ikan di laut. Meski hampir setiap hari kakek pergi menjala ikan, namun hasil yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Suatu hari ketika si kakek sedang menjala ikan, tiba-tiba jalanya terasa sangat berat. Seperti ada ikan raksasa yang terperangkap di dalamnya.
“Ah, pasti ikan yang sangat besar,” pikir si kakek.

Dengan sekuat tenaga si kakek menarik jalanya. Namun ternyata tidak ada apapun kecuali seekor ikan kecil yang tersangkut di jalanya. Rupanya ikan kecil itu bukan ikan biasa, badannya berkilau seperti emas dan bisa berbicara seperti layaknya manusia.
“Kakek, tolong lepaskan aku. Aku akan mengabulkan semua permintaanmu!” kata si ikan emas.
Si kakek berpikir sejenak, lalu katanya, “aku tidak memerlukan apapun darimu, tapi aku akan melepaskanmu. Pergilah!”.
Kakek melepaskan ikan emas itu kembali ke laut, lalu dia pun kembali pulang. Sesampainya di rumah, nenek menanyakan hasil tangkapan kakek.
“Hari ini aku hanya mendapatkan satu ekor ikan emas, dan itupun sudah aku lepas kembali,” kata kakek, “aku yakin kalau itu adalah ikan ajaib, karena dia bisa berbicara. Katanya dia akan memberiku imbalan jika aku mau melepaskannya.”
“Lalu apa yang kau minta,” tanya nenek.
“Tidak ada,” kata kakek.
“Oh, alangkah bodohnya!” seru nenek. “Setidaknya kau bisa meminta roti untuk kita makan. Pergilah dan minta padanya!” Maka dengan segan kakek kembali ke tepi pantai dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!

Tiba-tiba si ikan emas muncul di permukaan laut. “Apa yang kau inginkan, kek?” katanya.
“Istriku marah padaku, berikan aku roti untuk makan malam, maka dia akan memaafkanku!” pinta si kakek.
“Pulanglah! Aku telah mengirimkan roti yang banyak ke rumahmu.” kata si ikan.
Maka pulanglah si kakek. Setibanya di rumah, didapatinya meja makan telah penuh dengan roti.
Tapi istrinya masih tampak marah padanya, katanya:
“Kita telah punya banyak roti, tapi wastafel kita rusak, aku tidak bisa mencuci piring. Pergilah kembali ke laut, dan mintalah ikan ajaib memberikan kita wastafel yang baru!” kata nenek.
Terpaksa si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!

“ups!” ikan emas muncul, “Apa lagi yang kau inginkan, kek?”
“Nenek menyuruhku memintamu agar memberikan kami wastafel yang baru,” pinta kakek.
“Baiklah,” kata ikan. “Kau boleh memiliki wastafel baru juga.”
Si kakek pun kembali pulang. Belum lagi menginjak halaman, si nenek sudah menghadangnya. “Pergilah lagi! Mintalah pada si ikan emas untuk membuatkan kita sebuah rumah baru. Kta tidak bisa tinggal di sini terus, rumah ini sudah hampir roboh.”
Maka si kakek pun kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!

Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Buatkanlah kami rumah baru!” pinta kakek, “istriku sangat marah, dia tidak ingin tinggal di rumah kami yang lama karena rumah itu sudah hampir roboh.”
“Tenanglah kek! Pulanglah! Keinginanmu sudah kukabulkan.”
Kakek pun pulang. Sesampainya di rumah, dilihatnya bahwa rumahnya telah menjadi baru. Rumah yang indah dan terbuat dari kayu yang kuat. Dan di depan pintu rumah itu, nenek sedang menunggunya dengan wajah yang tampak jauh lebih marah dari sebelumnya.
“Dasar kakek bodoh! Jangan kira aku akan merasa puas hanya dengan membuatkanku rumah baru ini. Pergilah kembali, dan mintalah pada ikan emas itu bahwa aku tidak mau menjadi istri nelayan. Aku ingin menjadi nyonya bangsawan. Sehingga orang lain akan menuruti keinginanku dan menghormatiku!”
Untuk kesekian kalinya, si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!

Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Istriku tidak bisa membuatku tenang. Dia bahkan semakin marah. Katanya dia sudah lelah menjadi istri nelayan dan ingin menjadi nyonya bangsawan” pinta kakek
“Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
Alangkah terkejutnya si kakek ketika kembali ternyata kini rumahnya telah berubah menjadi sebuah rumah yang megah. Terbuat dari batu yang kuat, tiga lantai tingginya, dengan banyak sekali pelayan di dalamnya. Si kakek melihat istrinya sedang duduk di sebuah kursi tinggi sibuk memberi perintah kepada para pelayan.
“halo istriku,” sapa si kakek.
“Betapa tidak sopannya,” kata si nenek. “Berani sekali kau mengaku sebagai suamiku. Pelayan! Bawa dia ke gudang dan beri dia 40 cambukan!”
Segera saja beberapa pelayan menyeret si kakek ke gudang dan mencambuknya sampai si kakek hampir tidak bisa berdiri. Hari berikutnya istrinya memerintahkan kakek untuk bekerja sebagai tukang kebun. Tugasnya adalah menyapu halaman dan merawat kebun. “Dasar perempuan jahat!” pikir si kakek. “Aku sudah memberikan dia keberuntungan tapi dia bahkan tidak mau mengakuiku sebagai suaminya.”
Lama kelamaan si nenek bosan menjadi nyonya bangsawan, maka dia kembali memanggil si kakek: “Hai lelaki tua, pergilah kembali kepada ikan emasmu dan katakan ini padanya: aku tidak mau lagi menjadi nyonya bangsawan, aku mau menjadi ratu.”
Maka kembalilah si kakek ke tepi laut dan berseru”
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!

Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Istriku semakin keterlaluan. Dia tidak ingin lagi menjadi nyonya bangsawan, tapi ingin menjadi ratu.”
“Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.
Sesampainya kakek di tempat dulu rumahnya berdiri, kini tampak olehnya sebuah istana beratap emas dengan para penjaga berlalu lalang. Istrinya yang kini berpakainan layaknya seorang ratu berdiri di balkon dikelilingi para jendral dan gubernur. Dan begitu dia mengangkat tangannya, drum akan berbunyi diiringi musik dan para tentara akan bersorak sorai.
Setelah sekian lama, si nenek kembali bosan menjadi seorang ratu. Maka dia memerintahkan para jendral untuk menemukan si kakek dan membawanya ke hadapannya. Seluruh istana sibuk mencari si kakek. Akhirnya mereka menemukan kakek di kebun dan membawanya menghadap ratu.
“Dengar lelaki tua! Kau harus pergi menemui ikan emasmu! Katakan padanya bahwa aku tidak mau lagi menjadi ratu. Aku mau menjadi dewi laut sehingga semua laut dan ikan-ikan di seluruh dunia menuruti perintahku.”
Kakek terkejut mendengar permintaan istrinya, dia mencoba menolaknya. Tapi apa daya nyawanya adalah taruhannya, maka dia terpaksa kembali ke tepi laut dan berseru:
Wahai ikan emas ajaib, datanglah kemari...
Kabulkan keinginan kami!

Kali ini si ikan emas tidak muncul di hadapannya. Kakek mencoba memanggil lagi, namun si ikan emas tetap tidak mau muncul di hadapannya. Dia mencoba memanggil untuk ketiga kalinya. Tiba-tiba laut mulai bergolak dan bergemuruh. Dan ketika mulai mereda muncullah si ikan emas, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Istriku benar-benar telah menjadi gila,” kata kakek. “Dia tidak mau lagi menjadi ratu tapi ingin menjadi dewi laut yang bisa mengatur lautan dan memerintah semua ikan.”
Si ikan emas terdiam dan tanpa mengatakan apapun dia kembali menghilang ke dalam laut. Si kakek pun terpaksa kembali pulang. Dia hampir tidak percaya pada penglihatannya ketika menyadari bahwa istana yang megah dan semua isinya telah hilang. Kini di tempat itu, berdiri sebuah gubuk reot yang dulu ditinggalinya. Dan di dalamnya duduklah si nenek dengan pakaiannya yang compang-camping. Mereka kembali hidup seperti dulu. Kakek kembali melaut. Namun seberapa kerasnya pun kakek bekerja, hasil yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.