Memakai
Softlens
hukum memakai
softlen:
·
BOLEH
untuk pengobatan
·
SUNAH
untuk mudah baca quran
·
WAJIB
untuk nuntut ilmu wajib
·
MAKRUH
untuk senang-senang
·
HARAM
untuk meniru orang kafir
Menggunakan
soft lensa sama dengan menggunakan kacamata, ia adalah wasilah yang pada
awalnya adalah mubah, namun ketika wasilah ini berkaitan dengan tujuan maka
berubahlah hukumnya mengikuti apa yang ditujukan sebagaimana qo’idah. Namun,
jika masih bisa menggunakan kacamata maka lebih baik menggunakan kacamata.
Karena softlens juga berpengaruh terhadap kesehatan mata si pemakai. Dalam ilmu
kesehatan softlens dapat merusak bagian mata tertentu jika terlalu lama memakai
softlens tersebut.
Kesimpulan :
Hukum memakai softlens itu
tergantung dengan kebutuhan dan tujuan orang yang memakainya seperti yang
tertera diatas. Tetapi, jika masih ada kacamata yang dapat menggantikan
softlens tersebut maka lebih baik gunakan kacamata agar tidak terjadinya
kerusakan bagian mata tertentu.
Sulam Alis dan Sulam Bibir
Sulam alis merupakan kegiatan mentato alis dengan tinta
dan jarum, oleh karena itu juga disebut sulam alis. Begitupun dengan sulam
bibir, adalah memberi warna pada bibir agar bibir tampak tebal. Namun, apakah
hal tersebut dibolehkan dalam Islam ? Berdasarkan hadis Nabi, mentato merupakan
tindakan haram. Jadi, sulam alis maupun sulam bibir adalah haram dalam islam.
Bagi beberapa orang, sulam alis diperuntukkan kepada orang yang memiliki alis
yang tipis atau kurang sempurna. Sementara sulam bibir biasanya dilakukan oleh
orang yang memiliki bibir yang tipis, sehingga membuat mereka tak percaya diri.
Sulam bibir dan alis diharamkan dalam islam karena
mengubah bentuk tubuh dengan tujuan hanya untuk memperindah dan bukan untuk
alasan darurat atau kesehetan. Tak hanya bagi orang yang melakukan sulam bibir,
bagi orang yang menyulam atau mentato juga diharamkan kegiatannya. Tak patut
bagi kita umat Islam mengubah bentuk tubuh yang diberikan oleh اَللّهُ SWT.
Karena sesungguhnya اَللّهُ SWT telah menciptakan manusia dalam keadaan
sempurna. Apalagi sulam bibir dan alis juga justru dapat merusak kesehatan
kita, karena sulam bibir lama kelamaan warnanya akan memudar menjadi hijau
kebiru-biruan. Jadi, syukuri tubuh yang telah diberikan اَللّهُ SWT apa adanya.
Kesimpulan :
Menyulam alis maupun bibir hukumnya haram, karena telah mengubah ciptaan
Allah SWT.
Memakai
Tindik Bagi Laki-Laki
Ulama Hanafiyah dan Hambali membolehkan wanita memakai
tindik karena kebutuhan mereka untuk berhias dengan anting. Setelah kita
memahami bahwa wanita boleh memakai anting karena kebutuhan berhias, ini
menunjukkan bahwa bertindik merupakan ciri khas wanita. Dan sesuatu yang
menjadi ciri khas wanita, tidak boleh ditiru oleh lelaki. Jadi hukum memakai
tindik bagi laki-laki hukumnya haram.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
beliau mengatakan,
لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ
الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat
para lelaki yang meniru-niru kebiasaan wanita dan para wanita yang meniru-niru
kebiasaan lelaki.” (HR. Bukhari 5885)
Atas dasar inilah, para ulama mengharamkan tindik bagi
lelaki.
Imam Ibnu Abidin dalam Hasyiyahnya mengatakan,
ثقب الأذن
لتعليق القرط مِن زِينَةِ النساء, فلا يحل للذكور
”Melubangi telinga untuk dipasangi anting termasuk perhiasan
wanita, karena itu tidak halal bagi lelaki.” (Raddul
Muhtar, 27/81).
Imam Ibnul Qoyim juga mengatakan,
وأما ثقب
الصبي فلا مصلحة له فيه وهو قطع عضو من أعضائه لا مصلحة دينية ولا دنيوية فلا يجوز
”Menindik bayi laki-laki tidak ada manfaatnya, padahal
ini memotong sebagian anggota badannya, tidak ada manfaat sisi agama, maupun
dunia. Karena itu, tidak diperbolehkan.” (Tuhfah al-Maudud, hlm. 210).
Kita tidak diperbolahkan meniru kebiasaan suatu kelompok
yang dicatat ’tidak baik’ oleh masyarakat. Dalam hadis dari Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk
golongan mereka.” (HR. Ahmad 5114, Abu Daud 4031, dan dishahihkan al-Albani).
“Jika seorang lelaki tidak ingin
dianggap sebagai bagian orang ’golongan kiri’, hindari memakai tindik.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar