Khutbah
tentang berbakti kepada orang tua
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَقُوْمُوْا بِمَا أَوْجَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ مِنْ حَقِّهِ وَحُقُوْقِ عِبَادِهِ
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَقُوْمُوْا بِمَا أَوْجَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ مِنْ حَقِّهِ وَحُقُوْقِ عِبَادِهِ
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah,
Segala puji hanyalah untuk Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang
memiliki kesempurnaan pada seluruh nama dan sifat-Nya. Kita memuji-Nya dan
memohon pertolongan-Nya, serta memohon ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya
atas kesalahan diri-diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita. Shalawat dan
salam semoga senantiasa AllahSubhanahu
wa Ta’ala curahkan
kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya, serta kepada
seluruh kaum muslimin yang benar-benar mengikuti petunjuknya. Aku bersaksi
bahwasanya tidak ada yang berhak untuk diibadahi, kecuali hanya Allah Subhanahu
wa Ta’ala semata dan
aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menjalankan kewajiban-kewajiban
kita kepada-Nya dan kewajiban yang harus ditunaikan terhadap hamba-hamba-Nya.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa kewajiban
paling besar yang harus ditunaikan oleh seorang hamba setelah kewajibannya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya adalah kewajiban dalam
memenuhi hak orangtua. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,
وَاعْبُدُوا
اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kalian kepada kedua
orangtua.” (An-Nisa’: 36)
Di dalam ayat lainnya, Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا
اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ
كُرْهًا
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah-payah (pula).” (Al-Ahqaf: 15)
Semakna dengan ayat tersebut
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.” (Luqman: 14)
Pada dua ayat tersebut, Allah Subhanahu
wa Ta’ala menjelaskan
betapa pentingnya kewajiban berbakti kepada orangtua dengan menggambarkan
betapa besarnya pengorbanan dan jasa orangtua terutama ibu kepada anaknya.
Maka, sudah semestinya bagi seorang anak untuk berbuat baik kepada orangtuanya,
karena orang yang berakal tentu tidak akan melupakan kebaikan orang lain
terhadapnya apalagi membalas kebaikannya dengan menyakitinya. Maka, apakah
layak bagi seorang anak untuk melupakan kebaikan orangtuanya sehingga tidak
berbuat baik kepadanya? Begitu pula, tentu lebih tidak pantas lagi bagi seorang
anak untuk menyakiti orangtuanya yang telah terus-menerus berbuat baik
kepadanya dengan mengeluarkan pengorbanan yang sangat besar bahkan hingga
mempertaruhkan nyawanya.
Hadirin rahimakumullah,
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga
telah menyebutkan besarnya keutamaan berbakti kepada orangtua. Bahkan, lebih
besar dari jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal
ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari
sahabat Abdullah ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau
berkata,
سَأَلْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلّيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى
اللهِ؟ قَالَ: الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ
بِرُّ الْوَالِدَيْنِ. قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ
Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata,
“Kemudian apa?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Berbakti kepada
orang tua.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari ayat-ayat dan hadits di atas
serta yang lainnya, seseorang akan memahami dengan jelas betapa tinggi dan
mulianya amalan berbakti kepada orangtua.
Hadirin rahimakumullah,
Kewajiban berbuat baik kepada
orangtua semasa hidup mereka tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana
keadaan orangtua. Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya
untuk berbuat baik kepada orangtuanya meskipun seandainya keduanya dalam
keadaan kafir sekalipun. Sebagaimana dalam berfirman-Nya,
وَإِن
جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik.” (Luqman:
15)
Di dalam ayat tersebut kita
memahami bahwa berbuat baik kepada orangtua tidaklah gugur, karena keduanya
dalam keadaan kafir, serta memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan
kekafiran, meskipun perintah keduanya yang berupa kemungkaran tetap tidak boleh
ditaati.
Kaum muslimin yang semoga
dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Berbuat baik kepada orangtua
sangat banyak caranya dan sangat luas cakupannya. Bisa dilakukan dengan ucapan,
perbuatan, maupun dengan harta.
Berbuat baik dengan ucapan, maka
bisa dilakukan dengan menjaga tutur kata yang baik dan tidak menyakitkan serta
dengan berlemah-lembut ketika berbicara kepadanya. Sedangkan berbuat baik
dengan perbuatan, bisa dilakukan dengan membantu menyiapkan
keperluan-keperluannya atau melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya untuk
meringankan bebannya serta memenuhi perintah-perintah-Nya, selama bukan dalam
bentuk berbuat maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan berbuat baik dengan harta,
bisa dilakukan dengan menginfakkan sebagian dari hartanya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
Hadirin rahimakumullah,
Berbuat baik kepada orangtua juga
tidaklah terbatas pada saat keduanya masih hidup. Bahkan, di saat keduanya
sudah meninggal dunia pun, berbuat baik kepadanya masih bisa dilakukan.
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz ibnu Abdullah ibnu Baz rahimahullah, salah
seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia mengatakan, “Disyariatkan berdoa kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk yang telah meninggal dunia,
begitu pula bersedekah atas namanya dengan berbuat baik berupa memberikan
bantuan kepada fakir miskin, (yaitu) seseorang mendekatkan diri kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala dengan perbuatan tersebut dan
kemudian berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan pahala dari sedekah
tersebut untuk ayah dan ibunya atau selain keduanya, baik yang telah meninggal
dunia maupun yang masih hidup. Hal ini karena Nabi bersabda (yang artinya),
‘Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali dari
tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa untuknya.’ Disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَلَمْ تُوْصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ
تَكَلَّمَتْ لَتَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ:
نَعَمْ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya
ibuku telah meninggal dunia dan beliau belum sempat berwasiat namun aku yakin
kalau beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah, apakah beliau
(ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Benar.” (Muttafaqun
‘alaih)
Begitu pula (akan bermanfaat
untuk orang yang telah meninggal dunia) amalan ibadah haji atas nama si mayit,
demikian pula ibadah umrah, serta membayarkan utang-utangnya. Semua itu akan
bermanfaat untuk yang meninggal sebagaimana telah datang dalil-dalil yang syar’i menunjukkan hal tersebut.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat,
4/342)
Termasuk amalan berbakti kepada
orangtua yang bisa dilakukan sepeninggal mereka adalah menghubungi kerabat dan
teman-teman mereka. Bahkan juga dengan menghubungi atau berbuat baik kepada
keluarga dari teman-teman orang tua kita. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya
dari sahabat Abdullah ibnu ‘Umar ibn Al-Khaththab radhiallahu
‘anhuma, bahwa beliau berjalan menuju kota Makkah dan mengendarai
keledai yang ditungganginya untuk beristirahat di saat lelah. Ketika beliau
sudah bosan duduk di atas kendaraannya, lewatlah di depan beliau seorang badui
dan berkatalah beliau (kepada badui tersebut), “Apakah engkau Fulan ibnu Fulan?”
Orang badui tersebut menjawab, “Benar.” Maka, beliau (sahabat Abdullah ibn
‘Umar radhiallahu ‘anhuma) memberikan keledainya
kepada badui tersebut seraya mengatakan, “Naikilah kendaraan ini.” Kemudian
beliau juga memberikan kain surbannya yang sedang dipakai seraya mengatakan,
“Pakailah kain ini untuk diikatkan sebagai penutup kepalamu.” Maka, berkatalah
orang-orang kepada sahabat Abdullah ibn ‘Umar radhiallahu ‘anhuma,
“Mudah-mudahan Allah mengampunimu. Engkau berikan kepadanya keledai yang engkau
tunggangi di saat ingin beristirahat dari kelelahan dan engkau berikan imamah
yang sedang engkau ikatkan di kepalamu.” Maka, ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan,
“Sesungguhnya dia adalah teman (orangtua saya) ‘Umar ibn Al-Khaththab’, dan
sungguh saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
“Sesungguhnya, termasuk dari
perbuatan paling baik dalam berbakti kepada orang tua adalah seseorang berbuat
baik kepada keluarga orang yang dicintai (teman) ayahnya.” (H.R. Muslim)
Lihatlah hadirin rahimakumullah,
betapa luasnya kesempatan untuk berbakti kepada orangtua. Apakah kita akan
menyia-nyiakan kesempatan untuk menjalankan kewajiban yang mulia ini? Lihatlah
pula betapa besarnya semangat para sahabat dalam menjalankan kewajiban berbakti
kepada orang tua. Maka bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita mengikuti jalan salafush
shalih dalam amalan
ini?
Hadirin rahimakumullah,
Seseorang yang berbuat baik
kepada orangtuanya maka dia akan mendapatkan balasan yang sangat besar dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan hanya di akhirat kelak, namun
juga di dunia. Di antaranya adalah bahwa orang-orang yang berbuat baik kepada
orang tuanya, maka akan berbuat baik pula anak-anaknya kepadanya. Karena
sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil yang syar’i bahwa balasan
seseorang adalah sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Di samping itu,
seseorang yang berbuat baik kepada orang tua juga akan diberi jalan keluar dari
kesulitan yang menimpanya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits yang
dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya
yang menceritakan tentang kisah tiga orang yang ketika masuk untuk beristirahat
di dalam gua. Tiba-tiba ada batu besar yang jatuh menutup pintu gua. Maka dalam
kesulitan tersebut, ketiga orang tadi bertawassul memohon pertolongan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’aladengan menyebutkan amalan
shalih yang pernah mereka lakukan. Pada akhirnya batu yang menutup pintu goa
pun terbuka sehingga mereka bisa keluar dari gua tersebut. Di antara amal
shalih yang disebutkan oleh salah satu dari mereka adalah perbuatan baiknya
kepada orangtuanya.
Maka, di antara sebab yang akan
menjadikan seseorang memperoleh jalan keluar dari kesulitan-kesulitannya adalah
dengan menjalankan amalan yang mulia ini. Begitu pula di antara balasan bagi
seseorang yang berbuat baik kepada orangtuanya adalah akan dimudahkannya
dirinya dalam mencari rezeki dan dipanjangkan umurnya. Sebagaimana tersebut
dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ
رَحِمَهُ
“Barang siapa senang untuk diluaskan rezekinya dan
dipanjangkan umurnya, maka sambunglah rahimnya.” (H.R. Muslim)
Berbakti kepada orang tua masuk
ke dalam keumuman hadits ini karena termasuk penunaian silaturahim, dan bahkan
silaturahim yang paling tinggi adalah menghubungi orang tua. Akhirnya,
mudah-mudahan AllahSubhanahu
wa Ta’ala selalu
memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk bisa berbakti kepada orangtua.Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ
لِلهِ رَبِ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ
عَلَى الظَّالِمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ
الْأَمِيْنُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ والتَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah,
Marilah kita selalu bertakwa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menjalankan kewajiban
yang telah diperintahkan oleh-Nya. Sesungguhnya dengan bertakwalah seseorang
akan mendapatkan akibat yang baik dan hasil akhir yang membahagiakan.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Setelah kita mengetahui betapa
tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orang tua, maka tentu saja tidak
semestinya bagi kita untuk menganggap remeh amalan ini. Apalagi Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah
memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menjalankan kewajiban ini di saat
yang sangat sulit untuk dijalankan. Yaitu di saat orang tua telah berusia
lanjut, yang dalam usia tersebut tentunya orang tua dalam keadaan semakin lemah
badan dan cara berpikirnya, sehingga bisa membuat seorang anak akan merasa
capai dalam mengurusinya. Dalam keadaan demikian, seorang anak bisa terkena
rasa bosan dan bahkan jengkel dengan perkataan maupun perbuatan yang dilakukan
oleh orangtua. Namun, dalam keadaan yang demikian pun seorang anak harus
bersabar dan tidak menyakiti orangtuanya dalam bentuk apapun. Hal ini tentu
menunjukkan betapa ditekankannya kewajiban ini. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا
أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا {23} وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي
صَغِيرًا
Jika salah seorang di antara
kedua orang tua atau kedua-duanya telah berumur lanjut (dan mereka) dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah memelihara aku sewaktu kecil.” (Al-Isra’: 23-24)
Di dalam ayat tersebut pula Allah Subhanahu
wa Ta’ala melarang
hamba-hamba-Nya menyakiti orang tua, meskipun dengan ucapan yang hanya
menunjukkan kekesalan. Maka perbuatan menyakiti yang lebih dari itu lebih besar
dosanya. Di dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan agar seorang anak
berbuat baik kepada orangtuanya. Yaitu dengan mengucapkan tutur kata yang sopan
dengan merendahkan diri di hadapannya serta mendoakan kebaikan untuk keduanya.
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita berupaya
untuk memperbaiki diri dalam menjalankan kewajiban kita kepada orang tua.
Marilah kita senantiasa mengingat betapa tingginya amalan ini di sisi Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan betapa
besarnya pengorbanan orang tua kepada kita terlebih di saat masih dalam
kandungan dan saat persalinan, serta setelah dilahirkan sebagai seorang bayi.
Kedua orang tua telah mengerahkan tenaga dan pikirannya, serta hartanya untuk
merawat kita. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi kita untuk berbakti
kepadanya. Siapapun orang tua kita dan bagaimanapun keadaan orang tua kita.
Apakah mereka orang yang miskin, cacat dan tidak berpangkat atau bahkan
seandainya keduanya belum mendapatkan hidayah sehingga masih dalam keadaan
kafir, berbuat bid’ah, atau terjatuh pada kemaksiatan lainnya. Hal tersebut
tidaklah membuat gugurnya kewajiban kita dalam berbakti kepada orangtuanya.
Bahkan, seseorang harus tetap berkata yang baik dan tidak menyombongkan dirinya,
baik dengan harta dan kedudukannya, serta ilmunya di hadapan orang tuanya.
Namun, dia harus berusaha membantu keperluan keduanya selama tidak melanggar
syariat dan berusaha untuk menjadi sebab turunnya hidayah Allah Subhanahu
wa Ta’ala kepada
keduanya.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu
wa Ta’ala memberikan
kemudahan kepada kita untuk berbakti kepada orang tua, serta memberikan kepada
kita kemudahan untuk senantiasa ikhlas dalam menjalankannya.
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar